LPA GUNA NANDA

LATAR BELAKANG

Sejak masih menjadi guru, Bhiksuni Guna Sasana sudah trenyuh melihat ada banyak muridnya yang pintar namun kesulitan membayar uang sekolah karena berasal dari keluarga tidak mampu. Kegelisahannya tersebut makin bertambah ketika terjadi kerusuhan Mei 1998 yang membuatnya mendapati banyak anak-anak yang menjadi terlantar karena menjadi korban kerusuhan.

 

Keinginan Bhiksuni Guna Sasana untuk mendirikan rumah kasih sayang bagi anak-anak yang tidak beruntung tersebut makin membuncah. Dan gayung bersambut, sejumlah dermawan menyambut ide mulia tersebut. Bapak Siwie Honoris dan keluarga menghibahkan sebidang tanah seluas 2000 meter persegi yang terletak di daerah Cakung, Jakarta Timur kepada Bhiksuni Guna Sasana.

 

Maka, dimulailah pembangunan Lembaga Penyantun Anak (LPA) Guna Nanda yang ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Direktur Urusan Agama Buddha Departemen Agama RI yang waktu itu dijabat oleh Bapak. Kol. Pol. Drs. Budi Setiawan, M.Sc. pada tahun 1998. Setelah dua tahun akhirnya pembangunan selesai dan diresmikan penggunaannya tanggal 30 September 2000.

 

LPA Guna Nanda merupakan panti asuhan Buddhis pertama di Indonesia. “Latar belakang saya mendirikan Guna Nanda adalah agar anak-anak yang kurang mampu dapat merasakan pendidikan, karena banyak anak-anak itu yang potensial dan cerdas, pintar,” ungkap Bhiksuni Guna Sasana.


PROFIL

LPA Guna Nanda berdiri kokoh dan menjadi tempat yang nyaman bagi anak-anak untuk tumbuh menggapai cita-citanya. Komplek bangunan LPA Guna Nanda terdiri dari empat bangunan utama yang diberi nama “Kasih Sayang”, “Kejujuran”, “Kebajikan”, dan “Kebijaksanaan”. Empat bangunan utama ini didanakan oleh Bapak Eddie Mulianto, Cap Lang, Ibu Linda Sihaja, dan satu bangunan merupakan dana gabungan umat. Fasilitas di dalamnya meliputi kamar tidur, ruang makan, ruang belajar, aula, Dharmasala, dan dapur.

 

Saat ini LPA Guna Nanda dihuni oleh 50 anak. Mereka didampingi oleh 5 orang kakak pendamping, 12 orang bagian umum, dan 5 orang suster. Anak-anak yang disantuni adalah anak-anak terlantar, yatim piatu, anak yang ditinggalkan oleh orangtuanya, atau keadaan ekonomi orangtuanya tidak memungkinkan, juga dari anak-anak yang berasal dari keluarga yang retak, yang tertekan secara fisik maupun mental.

 

 

Bhiksuni Guna Sasana tidak memungkiri banyak anak LPA Guna Nanda yang berasal dari keluarga bemasalah menyebabkan mereka juga tumbuh menjadi anak yang bermasalah. Berbagai pendekatan dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Cara paling mudah adalah dengan tekun memberi nasehat kepada mereka. Bhiksuni Guna Sasana harus turun tangan langsung untuk hal ini, “Kadang kita kasih nasehat, ada juga yang dikasih hukuman tapi yang mendidik.”


ANAK-ANAK LPA GUNA NANDA

Kadang Bhiksuni Guna Sasana berkata seperti ini kepada anak-anak panti, “Suhu sudah tua… Nanti sudah nggak ada Suhu, siapa yang kasih makan?” Ada anak yang tadinya bandel perlahan mengubah perangainya.

 

Namun ada beberapa anak yang berkebutuhan khusus sehingga perlu penanganan khusus pula. “Dengan didukung Kepala Panti beserta timnya, walaupun agak sukar, saat ini kami dapat mengatasinya, antara lain memanggil psikolog, membawa ke dokter anak berkebutuhan khusus, hingga menyekolahkan mereka ke Sekolah Luar Biasa,” ujar Suhu.

 

Saat ini ada tiga anak panti memiliki kebutuhan khusus, yaitu Aling, Lilis, dan Arvi. Aling yang kini berusia 12 tahun memiliki kelainan pada pertumbuhan tubuhnya yang tidak setinggi anak-anak pada umumnya dan bungkuk. Aling tidak memiliki langit-langit mulut dan darahnya asam. Kondisinya sangat memprihatinkan. Jika makan atau minum, langsung keluar kembali dari hidung dan telinga.

 

Kini di mulut Aling terpasang langit-langit buatan. Ia pun sudah bisa mengunyah makanan secara normal. Tubuhnya yang membungkuk membuatnya tidak bisa berjalan sehingga harus menjalani terapi. Proses terapinya sepintas terlihat tidak menyenangkan karena ia harus diikat di sebuah papan dengan posisi berdiri dengan memakai korset dan alas kaki khusus. Awalnya Aling menangis menolak tiap kali diterapi, tapi lama-kelamaan ia bisa menerimanya. Berkat terapi tersebut Aling sudah bisa berjalan sejak umur 5 tahun. Namun kini ia masih tetap harus menjalani terapi tiap pagi dan sore.

 

Penanganan khusus yang dibutuhkan Aling membuat Bhiksuni Guna Sasana sering memberi perhatian khusus kepadanya. Tiap menjalani operasi, Suhu selalu menemani. Tak mengherankan jika sekarang Aling sangat lengket dengan Bhiksuni Guna Sasana. Tiap kali Suhu datang, Aling seakan tidak pernah mau lepas dari Suhu, seolah-olah orang lain tidak boleh ada yang dekat. Sekarang Aling tumbuh menjadi anak yang ceria dan percaya diri. Bahkan, Aling kini tercatat sebagai anak yang paling banyak gaya jika difoto.

 

Sementara itu Lilis yang kini berusia 9 tahun adalah penyandang tuna ganda. Perkembangan mental dan intelegensinya agak mengalami gangguan, namun ia terlihat tumbuh normal seperti anak-anak lain. Yang terlihat berbeda padanya adalah pertumbuhan fisiknya. Tubuhnya cukup tinggi namun tulang-tulangnya lemas.

 

Sama seperti Aling, Lilis pun harus menjalani terapi dengan diikat pada sebuah papan. Lilis pun awalnya terus menangis saat menjalani terapi. Namun kini tidak lagi. Terlebih ia kini sudah menyadari manfaat terapi tersebut apabila dibandingkan dengan tidak menjalani terapi. Jika tidak diterapi, tangan dan kakinya meringkuk lemas seperti ayam. Lilis baru bisa jalan saat umur 5 tahun.

 

Yang paling memprihatinkan adalah apa yang dialami Arvi. Umurnya kini sudah 5 tahun tapi tidak ubahnya bayi, bahkan untuk tengkurap pun tidak bisa. Sejak kecil otaknya terpaksa harus diangkat karena mengalami kelainan. Ia hanya bisa diam berbaring dan tiap hari harus menjalani terapi urut.

 

Sifat dan kebutuhan anak yang berbeda-beda memang memerlukan penanganan yang berbeda pula. Bhiksuni Guna Sasana bersyukur karena walaupun ada anak yang masih bandel, anak-anak LPA Guna Nanda tidak pernah berantem dengan sesama anak panti. Menurutnya, itu karena sejak kecil ditanamkan untuk saling mengasihi.

 

Anak-anak LPA Guna Nanda memang dikenalkan dengan Ajaran Buddha sejak dini. Mereka dikenalkan dengan kehidupan dan tata cara Buddhis layaknya tinggal di vihara. Mereka mengikuti puja bakti tiga kali dalam sehari, yaitu pagi hari pukul 05.00, siang hari sebelum makan pukul 10.00, dan sore hari pukul 18.00. Selain itu, setiap Minggu diadakan juga Sekolah Minggu sesuai tata cara agama Buddha di Dharmasala yang ada di Guna Nanda.

 

Ini sesuai dengan visi misi Guna Nanda untuk mendidik anak-anak menjadi orang yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Mereka dibimbing untuk hidup mandiri, disiplin, bertanggung jawab, bermoral, dan berketerampilan, guna menunjang masa depan mereka sesuai dengan ajaran Hyang Buddha.

 

“Harapan saya, mereka meneruskan generasi Buddhis kalau bisa dengan menjadi anggota Sangha. Kalaupun tidak, dia bisa berguna untuk orangtuanya, untuk keluarganya, bahkan untuk masyarakat,” harap Suhu.

 

Bukan salah anak-anak tersebut saat ini harus tinggal di panti asuhan, terpisah dari orangtua. Mereka masih memiliki masa depan yang panjang dan cerah, walaupun saat ini jalan hidupnya tidak sebaik anak-anak lain yang hidup normal dengan orangtuanya.

 

Karena itu, untuk memperbaiki hidupnya di masa depan, anak-anak LPA Guna Nanda dibekali dengan pendidikan yang memadai. Mereka mengikuti pendidikan formal di sekolah umum, kejuruan, SLB (bagi yang berkebutuhan khusus), maupun pendidikan informal di ruang belajar atau perpustakaan yang didampingi oleh kakak-kakak pendamping.

 

Bhiksuni Guna Sasana berangan-angan suatu saat anak-anak LPA Guna Nanda itu bukan lagi bersekolah di luar, melainkan di sekolah sendiri. Ya, Bhiksuni Guna Sasana juga bercita-cita mendirikan sekolah. Dengan latar belakangnya sebagai pendidik, tidak mengherankan jika beliau punya cita-cita seperti itu.

 

Anak-anak LPA Guna Nanda membutuhkan kehangatan, cinta kasih, dan kasih sayang, serta belas kasih. Karenanya LPA Guna Nanda terbuka untuk dikunjungi siapa pun untuk membagikan cinta kasih dengan berkomunikasi, berinteraksi, atau bermain bersama, agar mereka juga dapat merasakan kasih sayang sebuah keluarga. Sesuatu yang tidak mereka miliki saat ini.

 

Bhiksuni Guna Sasana merasa sangat bersyukur karena anak-anak tersebut sangat gan en (tahu balas budi). Misalnya ketika beliau terpeleset, anak-anak spontan berebut menolongnya. Anak-anak LPA Guna Nanda juga rajin menulis sajak untuk Bhiksuni Guna Sasana. Sajak-sajak itu biasanya dibacakan pada acara-acara tertentu. Terlihat sekali mereka sangat mengasihi Suhu yang mereka anggap sebagai ibu mereka, yang setiap saat tanpa lelah mencurahkan kasih sayangnya.



Download Our Brochure



LOCATION

Jl. Tambun Rengas Rt 012/01, Cakung, Jakarta Timur 13910

Telp. (021) 46824251, Fax. (021) 46824249

 

Sekretariat:

Jl. Tiang Bendera I No. 65,

Jakarta Barat 11230

Telp. (021) 6908450, Fax. (021) 69300708

Google Maps content is not displayed due to your current cookie settings. Click on the cookie policy (functional) to agree to the Google Maps cookie policy and view the content. You can find out more about this in the Google Maps privacy policy.

Bagi Anda yang ingin berpartisipasi mendukung kegiatan Yayasan Maitri Sukha dan Yayasan Buddha Guna,

Anda dapat mengalirkan nomor melalui rekening :

 

VIHARA GUNA DHARMA

BCA Cabang Tiang Bendera, no rek. 604 073 3688 an Maitri Christine

 

VIHARA DHARMASAGARA GUNA GRHA

BCA Cabang Tiang Bendera, no rek. 710 016 8469 an Maitri Christine

 

LPA GUNA NANDA

BCA Cabang Tiang Bendera, no rek. 710 008 3889 an Yayasan Maitri Sukha

Bank UOB Cabang Pusat, no rek. 301 301 2014 an Yayasan Maitri Sukha

 

WISMA KASIH LANSIA BINA SEJAHTERA

BCA Cabang Wahid Hasyim, no rek. 028 166 3312 an Yayasan Buddha Guna

BCA Cabang Pluit Kencana, no rek. 244 019 0998 dan Nana Alianto

 

 

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

May All Beings Be Happy